Tali Pocong - Cerpen Sirtufillaili Laili Guru SDN 22 Praya Lombok Tengah NTB
Cerpen
Karya Sirtufillaili Laili
Guru SDN 22 Praya
Judul : Tali Pocong
Lombok Tengah NTB - Ketiga pemuda itu terbirit-birit di jalan setapak pekuburan yang sangat gelap. Mereka tidak memperdulikan keadaan jalan bebatuan dan tanjakan yang dilalui. Rasa takut memaksa mereka cepat sampai di rumah mbah Karto, sang dukun sakti.
"Buka pintunya, Mbah!" Tukijan menggedor pintu rumah mbah Karto dengan sangat keras.
"Cepat buka, Mbah! Kami dikejar pocong." Sudarmin gantian menggedor sambil berteriak, berharap mbah Karto lekas membukakan pintu.
Pintupun terbuka, menampilkan tubuh seorang kakek yang terlihat seram dengar pakean dukunnya. "Kenapa kalian terlihat takut sekali?" Tanya yang diucapkan mbak Karto.
"Ga-- gawat, Mbah! Gara-gara si Kampret Karman yang otaknya mesum. Semua rencana jadi berantaka," dengan napas ngos-ngosan, Tukijan menceritakan apa yang mereka alami di kuburan tadi.
"Jadi, kalian gagal membawa ketiga tali pocong itu?" Mbah karto bertanya dengan marahnya.
Mengangkat tangannya yang memegang dua tali pocong, Darmin berkata "saat kami sedang membuka tali ketiga, Jiman membelai dan mau mencium wajah mayat gadis itu dan tiba-tiba mayatnya bergerak dan matanya terbuka, Mbah. Jadi kami lansung lari."
"Celaka. Ceroboh sekali kalian?" Berjalan masuk kedalam rumahnya yang hanya diterangi lampu tempel, mbah Karto lansung masuk ke kamar yang biasa dipakainya melakukan ritual.
"Te-- terus, bagaimana, Mbah?" Tanya yang di ucapkan karto dengan suara terputus-putus karena takut
Sambil membaca mantra, mbah karto menjawab "Kalian bertiga akan dikejar arwah gadis itu."
"Hah..." mereka bertiga terkaget karena terkejut.
***
Keesokan harinya kampung Demuk digemparkan dengan adanya kuburan salah satu warganya yang baru meninggal di temukan sudah terbongkar dan mayatnya terbuka.
“Astagfirulloh. Siapa yang berbuat sebejat ini?” Kepala desa yang baru sampai bertanya pada warganya yang lebih dulu mengetahui kejadian.
“Pasti pelakunya mau melakukan pesugihan pak, soalnya tadi saya melihat dua tali pocongnya hilang.” Salah satu warga yang pertama kali melihat kejadian itu bercerita.
Terdengar bisik-bisik warga yang ada di pemakaman “dasar wong kafir! Nindakake soko tanpa nggunakake otak.
“Ayo, kita perbaiki kuburan ini bersama-sama!” Kepala desa meminta warga yang ada di sana.
Kepala desa mendekati tempat kiai Makmun berdiri dan bertanya “Bagaimana menurut, Kiai?”
“Kita berdoa saja sama Allah. Semoga semuanya baik-baik saja setelah kita memperbaiki kuburan dan mengadakan doa bersama dan kita perketat penjagaan kampung kita, Pak Kepala Desa!”
***
Seminggu setelah kejadian itu. Kondisi di desa Demuk selalu mencekam, walaupun warga lebih meningkatkan keamanan dengan memperketat ronda malam.
“Kopinya tiga, Mbok!” Darmin memesan saat duduk bersama Tukijan dan Karman di warung kopi yang ada di pinggiran kampung.
“Min, Kok, aku merinding ya?” Karman, bertanya “Mana malam ini hujan lagi,” mengusap lengannya karena merasa takut.
Tiba-tiba Tukijan berjalan menghampiri kedua temannya sambiil membawa keris yang biasa dia bawa. Tukijan terlihat seperti bukan dirinya sendiri. Dengan mata memerah dan tatapan kosong Tukijan, lansung menusukkan pisau ke perut Karman. Darah membasahi tangan Tukijan.
Sudarmi yang melihat kejadian itu lansung berlari ke rumah mbah Karto . Mbok Darmi berteriak dengan histeris sehingga para warga keluar berlari ke warung.
Di rumah mbah Karto, terjadi hala yang sangat mengerikan. Mbah Karto terbunuh dengan luka sayatan di leher, sedangkan Sudarmi tewas dengan luka bacok di dadanya. Saat warga tiba, Tukijan berdiri di dekat mayat mbah Karto dan Sudarmin.
Sambil mengacungkan kerisnya, Tukijan berteriak dan tertawa “Ha...ha...ha... Kowe papat baka mati, merga njupluk tali pocongku!” Selesai berkata, Tukijan lansung menancapkan keris ke perutnya sendiri.
Komentar
Posting Komentar